____________________________________________________
Kegelapan itu merambat perlahan.
Membawa keheningan tak terperi.
Menghantui jiwa-jiwa yang sunyi.
Kegelapan itu mendekat. Mendesak
masuk ke jiwa yang kosong.
Mencekam. Mengundang rasa takut.
Menghancurkan harapan hingga
lebur.
Kegelapan itu menghampirinya.
Mendesahkan dingin.
Mengambil setiap atom oksigen
dari paru-parunya.
Membuai kesadarannya.
Mengajaknya pada kegelapan yang
sesungguhnya.
***
Merkurius membuka matanya.
Nafasnya memburu. Keringat membanjiri tubuhnya..
Mata peraknya menjelajahi setiap
sudut ruangan itu dengan liar. Adrenalin yang meledak dalam tubuhnya
membuat darahnya mengalir deras
di setiap inci tubuhnya yang membuatnya waspada.
Dia mencari sepasang mata itu.
Mata yang terus mengamatinya
dalam diam.
Mata itu menikmati ketakutannya.
Mata yang menunggunya di suatu
tempat.
Di suatu tempat di kegelapan.
Mata itu menantinya.
***
"Dia belum menyentuh
makanannya sejak kemarin, Yang Mulia," pesuruh itu membungkuk hormat di
hadapan Uranus yang mengamati
keadaan di luar jendela yang gelap.
"Dia seperti ketakutan.
Semenjak kemarin pula, ia terus menggigil." lanjut pria berusia tiga
puluhan itu.
Uranus lantas mengalihkan
pandangannya pada pesuruh itu. Keningnya berkerut.
"Ketakutan?" ulangnya.
Tak yakin dengan pendengarannya.Tapi pesuruh itu mengangguk.
"Itu menurut pengamatan
hamba, Yang Mulia." jawab pesuruh itu. Pemandangan di luar jendela kembali
menyita perhatian Uranus.
Pesuruh itu mengambil nafas lalu berucap, "Sepertinya dia terus bermimpi
buruk....."
"Aku tau," Uranus
memotong perkataan si pesuruh. Pesuruh itu mengangguk hormat.
"Begitu lah keadaannya,
Yang Mulia,"
Uranus hanya diam. Merasakan
angin malam selatan menerpa wajahnya. Ia masih menikmati pemandangan
tanpa cahaya di luar lewat
jendela berteralis di hadapannya.
"Suruh semua prajurit
bersiaga. Malam ini akan jadi malam yang panjang." titahnya sepuluh menit
kemudian
tanpa menoleh.
Sang pesuruh mengangguk
mengerti.
"Segera, Yang Mulia,"
jawabnya. "Mengenai Tuan Jupiter......"
"Dia tak akan kembali dalam
waktu dekat." sahut Uranus. Pesuruh itu terdiam. "Tapi, dia pasti
kembali,"
Uranus menghela nafas.
"Dan bawa gadis itu padaku,
sekarang,"
***
Sebuah cahaya yang lebih terang
menyilaukan matanya. Merkurius mencoba menghalau rasa silau dengan
tangannya. Ia hanya diam ketika
penjaga sel itu membuka pintu sel tahanannya dan melepaskan borgolnya.
"Paduka ingin bertemu
denganmu," ucap si penjaga tanpa ekspresi. 'Paduka?'
Penjaga itu pun menyeretnya
setelah tak mendapat sahutan seperti yang diperkirakannya.
Merkurius tahu. Cepat atau
lambat pasti akan seperti ini. Ia dibawa sampai di tempat seperti ini
pasti karena tujuan tertentu.
Bukan ditahan tanpa arti.
Bulu kuduk Merkurius seketika
berdiri. Merasakan sebentuk energi yang besar yang tak terdeteksi oleh
orang lain.
Sepasang mata itu.
Mata itu menyeringai. Mata itu
menginginkannya.
Tanpa disadarinya, kini
Merkurius dan tiga orang pengawal yang menjemputnya memasuki terowongan
gelap yang panjang.
Tak ada sumber penerangan lain
selain dua obor yang dibawa sang pengawal. Ia bergidik ngeri.
Sepertinya memang tak ada
kesempatan kabur untuknya.
Lagi pula tempat ini terlalu
asing.
Kini mereka sampai di hadapan
sebuah pintu dari kayu yang kokoh. Merkurius menarik nafas.
___TBC____
Tidak ada komentar:
Posting Komentar